Kalanari: antara Anggota dan Keluarga
Hampir dua tahun sebelum Kalanari Theatre Movement dinisbatkan, saya sudah bergabung dengan Seni Teku, komunitas yang juga didirikan oleh Ibed Surgana Yuga. Kala itu saya mengikuti program Open Process yang diadakan Seni Teku untuk berbagi proses latihan dengan siapa saja yang berkenan untuk mengenal dunia teater.
M. Dinu Imansyah dalam Cegukan, Srawung Seni Teater Suara, Padepokan Lemah Putih, 9 September 2012 | Foto: dok. Kalanari |
Ketika berbicara tentang Kalanari, yang langsung terlintas di pikiran saya adalah sosok sang sutradara sekaligus pendirinya, Ibed Surgana Yuga. Peran dan pengaruh dari Bli Ibed (kadangkala saya memanggilnya Darmadi) terhadap perkembangan teater yang diresmikan tahun 2012 ini memang tidak bisa dipungkiri lagi besarnya. Bahkan nama sang sutradara jauh lebih dikenal dibanding nama teater itu sendiri. Ini terbukti dari sudah beberapa kali saya ditanyai oleh beberapa teaterawan yang pernah menanyakan saya komunitas teater apa yang saya ikuti di Jogja. Kebanyakan dari mereka tidak terlalu kenal dengan nama Kalanari Theatre Movement, tapi ketika saya menyebut nama sang sutradaranya, mereka langsung tahu.
Sosok Bli Ibed yang jenaka dan cerdas (walau seringkali dengan sengaja tidak mengikuti perkembangan teknologi maupun media komunikasi yang bersifat mainstream) ini mampu membawa atmosfer di Kalanari baik ketika proses latihan atau sekadar kumpul-kumpul biasa menjadi lebih cair dan akrab tanpa mengurangi ke-"akademis"-an dari prose berteater itu sendiri. Yang menarik dari Bli Ibed ini, betapapun saya tahu bahwa sebenarnya beliau ini memiliki wawasan yang luas dan mendalam, tapi beliau tidak pernah berusaha untuk menampakkan kecerdasannya itu secara frontal atau berusaha untuk mendominasi perbincangan dengan lawan main. Beliau selalu berusaha untuk membaca kemampuan wawasan lawan main dan menyesuaikan diri dengan wawasan lawan bicaranya. Beliau selalu berusaha untuk membesarkan hati lawan bicaranya walau memang kadangkala beliau akan terang-terangan "menolak" argumen lawan bicaranya jika memang ada hal yang benar-benar kurang tepat faktanya.
Atmosfer kekeluargaan yang dibangun oleh Ibed terhadap Kalanari ini tidak saya temukan di komunitas teater yang pernah saya ikuti lainnya. Mungkin karena usia beliau yang hampir sebaya dengan anggota-anggota lainnya sehingga suasana kekeluargaan jadi lebih mudah untuk dibangun. Bahkan saking kekeluargaannya, di Kalanari sendiri tidak pernah ada istilah "anggota". Semua orang bebas datang dan pergi baik menetap atau enyah kembali tanpa ada ikatan formalitas seperti yang biasa terjadi di komunitas teater pada umumnya. "Keanggotaan" adalah masalah komitmen dengan diri sendiri, yakni komitmen untuk berproses bersama Kalanari. Bahkan tidak hanya pada proses latihan, pernah satu kali kami akan mengadakan pertunjukan di Candi Sukuh, salah satu "personel" akhirnya urung ikut tampil di hari H tanpa ada alasan yang jelas walaupun sebelumnya kami sudah berlatih mempersiapkan pertunjukan ini. Tapi lagi-lagi bagi Bli Ibed hal ini tidaklah perlu untuk terlalu dipusingkan, bagi beliau, selama masih ada yang mau berproses, beliau akan tetap dengan senang hati mendampingi. Jadilah, pada hari H itu kami tetap mampu tampil tanpa "personel" tak beralasan jelas ini walau harus dengan sedikit improvisasi.
Nuansa improvisasi memang begitu kental di Kalanari ini. Bli Ibed memang selalu berusaha membuka peluang bagi aktor-aktornya untuk mengembangkan dan menyampaikan cerita dengan improvisasi (walau memang tidak harus dan ada beberapa bagian yang tidak bisa tidak harus dilakukan sesuai direksi dari sang sutradara). Hal ini yang kemudian membuat siapa saja bisa berproses di Kalanari ini tanpa perlu untuk minder karena tidak memiliki dasar pengetahuan berteater yang cukup. Hal ini pulalah yang membuat pertunjukan-pertunjukan Kalanari selalu dinamis tanpa mengurangi kekhidmatan penyampaian pesannya.
Selamat ulang tahun, Kalanari Theatre Movement. Selamat terus berproses.
0 komentar